Monday, May 1, 2017

Membukukan Pikiran dan Perasaan

Memasuki 2017, saya mengikuti tantangan menulis di dua platform berbeda di saat yang sama. Pertama di WordPress, bersama Vei, sahabat saya tersayang. Selama 30 hari, saya "diharuskan" menulis dengan satu tema berbeda. Saya masih mentok di satu tema yang sampai saat ini tersimpan rapi di draft. Belum tereksekusi. Jadi, saya baru menyelesaikan 29 tema dari 30 tema.

Kedua, saya mengikuti tantangan #30HariBercerita selama bulan Januari di Instagram. Seru, karena saya belum pernah menggunakan Instagram untuk menuangkan ide fiksi sebelumnya. Alhamdulillah, selesai semuanya dengan baik dan seru banget!

Februari, seperti biasa, saya ikut proyek (atau program rutin ya?) #30HariMenulisSuratCinta (ide awalnya dari Twitter @PosCinta ) yang boleh ditulis di platform mana pun selama itu judulnya blog. Mau pakai Blogspot (Blogger), Tumblr, WordPress, atau apapun, bebas. Tahun ini, hanya dibikin 7 hari karena bosse kesayangan wafat tahun kemarin. Akhirnya admin lain menyodorkan tema PosCintaTribu7e . Karena saya sudah terbiasa menulis 30 hari, maka saya tetap menulis 30 post. Oh, ada satu yang akhirnya saya putuskan untuk tidak diterbitkan.


Nah, berbekal ide #30HariBercerita itu, saya memutuskan untuk membuat buku kumcer. 30 caption di setiap foto saya sunting dan kembangkan menjadi cerita pendek. Ternyata, teman saya ada yang tertarik ikutan. Iya, si aktivis yang selalu menulis seputar politik (termasuk sepakbola) dan agama itu. Terus terang saya kaget ketika dia bertanya apakah dia boleh ikut atau nggak.Saya bingung. Apakah gaya menulis saya dan dia bisa nyambung dalam satu buku? Terlebih, dia tak pernah menulis cerpen sebelumnya. Saya, kalaupun pernah menulis tentang politik, pasti recehan.

Setelah saya membaca ulang blognya di Tumblr dan beberapa statusnya di Facebook, melihat gaya bahasanya, serta diksi yang dipakai, saya setuju mengajak dia membuat proyek kumcer perdana kami (dan termasuk perdana bagi saya pribadi).

Entah saya sedang menertawakan diri sendiri karena semua tulisan saya pasti kebanting dengan tulisannya, biarkan nanti pembaca yang menilai. Recehan disandingkan dengan ribuan tetap memiliki arti, kan? Setidaknya recehan memang dibutuhkan, untuk membayar parkir motor. Hahaha!

Sudah berapa lama sejak buku terakhir saya diterbitkan? Terlalu lama. Eh, tapi, sebuah buku bagus tak langsung bisa diberikan kepada pembaca, kan? Padahal draft tulisan saya masih banyak yang diendapkan karena butuh suasana dan plot baru. Tak mengapa, minimal sekali seumur hidup, saya bisa menulis bareng satu buku dengan sang aktivis. Ada amin, pemirsa?

Doakan proyek dadakan ini lancar dan bisa diterbitkan tahun ini juga. Mudah-mudahan bisa diterima oleh pembaca. Harapan saya tidak muluk, minimal mendapat kritikan asyik dari para penulis senior sehingga ke depannya nanti, tulisan saya semakin kece. Bukan begitu, bukan?

Salam!

No comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah berkenan mampir dan meninggalkan jejak di sini. Untuk pemesanan buku, apabila keterangan dalam artikel dirasa kurang jelas, bisa menghubungi surel andiana(dot)menulis(at)gmail(dot)com

Salam hangat :)